
|
Seperti
biasa setiap pagi saya membaca beberapa media sebelum mulai menulis
untuk situs ini. Kadang berita-beritanya menjadi inspirasi untuk
tulisan-tulisan di situs ini, kadang juga tidak ada yang bisa menjadi
inspirasi. Khusus untuk pagi ini saya merangkai tiga berita dari dua
surat kabar yaitu Republika dan Kompas, yang kalau dibaca satu per satu
kelihatannya tidak nyambung – tetapi bila di cerna ketiganya
sekaligus dan dilihat dengan timbangan yang adil – baru kita akan
bisa melihat adanya sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita semua
untuk memperbaikinya.
Judul
berita berita tersebut adalah “Angka Kemiskinan Turun” (Headline,
Republika 04/01/11) ; “Makan Tiwul, Enam Bersaudara Tewas” (Hal 11,
Republika 04/01/11) dan “Harga Cabai Ikut Tekan Daya Beli” (Headline,
Kompas 04/01/11). Jujur saya sampai merinding membaca berita pertama dan
kedua tersebut pagi ini.
Di
kala pemerintah melalui Menko Perekonomian mengklaim keberhasilan
menurunkan jumlah penduduk miskin dari 14.1 % ke 13.3%, di negeri yang
sama ada 6 orang bersaudara tidak mampu membeli beras. Karena ketidak
mampuan ini, mereka harus makan tiwul – dan tiwul yang dimakan-pun bisa
jadi bukan dari yang layak konsumsi sehingga merenggut jiwa-jiwa
mereka.
Yah
mungkin meninggalnya 6 orang karena makan tiwul beracun ini memang
kecelakaan – dan pihak keluarga-pun tidak bisa menuntut siapa-siapa atas
musibah yang dideritanya, tetapi tetap membuat saya merinding –
mengapa?. Bahwasanya sampai ada 6 orang meninggal karena tidak bisa
makan secara wajar, ada fardhu kifayah yang saya takut kita semua
melalaikannya yaitu perintah untuk memberi makan. Saya takut kita semua
termasuk orang-orang yang melalaikan agama karena kita tidak
mendorong orang lain untuk memberi makan orang miskin.
Bila
di Chile saja, Presiden-nya sampai ikut berjibaku memimpin langsung
upaya penyelamatan satu demi satu sampai seluruh 33 jiwa yang terjebak
di reruntuhan tambang bisa diselamatkan – at all cost !; mosok di negeri gemah ripah loh jinawi
yang mayoritas menganut agama Islam – dimana di ajaran agama ini ada
perintah langsung untuk memberi makan – kita sampai membiarkan ada 6
jiwa meninggal hanya karena tidak mampu membeli beras ?.
Lantas
apa yang bisa kita lakukan ?, pemimpin-pemimpin negeri ini tentu
memiliki tanggung jawab lebih. Namun kita semua juga tidak bisa
berlepas diri dari perintah Al-Qur’an dalam konteks memberi makan ini,
perintah tersebut adalah untuk kita semua – bukan hanya untuk para
pemimpin.
Konkritnya
apa yang bisa kita lakukan ?. Dalam skala mikro, masing-masing kita
bisa mulai mendata orang-orang disekitar kita, mulai karib kerabat,
tetangga dan seterusnya. Kemudian kita santuni mereka bila diantara
mereka ada yang berpotensi kelaparan, bahkan akan lebih elegan lagi
bila kita bisa memberikan atau mencarikan mereka pekerjaan – agar
mereka bisa memberi nafkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya secara
berkelanjutan.
Bagaimana
bila kita sendiri tidak bisa menyantuni, maka kita harus menyuruh
orang lain yang mampu untuk menyantuni mereka – ini perintah di QS 107:
3. Gerakan individual satu persatu semacam ini mungkin kurang
efektif, tetapi setidaknya kita mulai berbuat sesuatu sebelum ada
korban lagi.
Gerakan
yang bersifat terorganisir secara massal juga perlu kita lakukan,
bagi yang punya kompetensi untuk memimpin LSM, mendesign dan membuat
gerakan massal yang positif dengan tema “Food For All – Pangan
Untuk Semua” silahkan Anda gagas gerakan ini, insyaallah kami akan
mendukung dengan menyediakan sarana dan prasarana seperti kantor,
komunikasi, transportasi dlsb. Bagi yang berminat silahkan mengajukan
proposal yang menyangkut program dan team-nya.
Selain
yang bersifat gerakan individu dan masyarakat melalui LSM, program
yang sifatnya strategis kedepan juga perlu digagas dan terus
dikomunikasikan kepada para pihak yang berwenang di negeri ini. Akar
masalah dari kemiskinan sampai orang tidak bisa makan secara proper harus bisa ditemukan dan diatasi.
Pengamatan
saya yang sementara berdasarkan data yang disajikan oleh Kompas dalam
berita tersebut diatas, yang kemudian saya lengkapi dengan sumber
data aslinya (BPS) memang menunjukkan adanya sesuatu yang salah di
negeri ini. Pangan yang seharusnya menjadi prioritas utama (top
priority) dalam pengadaannya, seolah justru menjadi prioritas
terakhir.
Hal
ini bisa dibaca dari tingkat inflasi pangan yang tertinggi
dibandingkan dengan komoditi lainnya. Ketika inflasi tahun 2010 secara
umum dikatakan ‘hanya’ 6.96% , inflasi bahan pangan mencapai 15.64 %
!. Bahkan selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada grafik dibawah ,
inflasi bahan pangan (garis merah) selalu lebih tinggi dari inflasi
pada umumnya (garis hijau). Rata-rata inflasi bahan pangan 5 tahun
terakhir mencapai 12%, sementara inflasi umum ‘hanya’ 6.8%. Karena
harga bahan pangan yang begitu tinggi kenaikannya tersebut diataslah
yang menyebabkan enam orang meninggal karena tidak mampu membelinya.
![]()
Dalam teori harga yang terbentuk di pasar, bila supply lebih kecil dari demand – maka harga naik. Sedangkan demand tidak bisa banyak ditekan karena terkait dengan kebutuhan dasar penduduk negeri ini, maka supply bahan pangan yang terjangkau di dalam negeri harus digenjot. Yang terjadi kini nampaknya masih sebaliknya. Berdasarkan teori supply and demand
tersebut, ironi akan nampak jelas karena pangan mengalami inflasi
tertinggi (12 % rata-rata 5 tahun) sedangkan urusan transportasi
telekomunikasi dan sejenisnya mengalami inflasi terendah (1.8% rata-rata
5 tahun) – maka tidak salah bila kita mengambil kesimpulan bahwa
supply mobil, motor, handphone dlsb. nampaknya lebih banyak digenjot
ketimbang memproduksi beras.
Jadi berdasarkan grafik tersebut diatas, siapapun pemimpin negeri ini mestinya harus ada effort
yang luar biasa dalam membalik arah dan mulai membangun ketersediaan
bahan pangan yang cukup di negeri ini. Fokus di bahan pangan ini sekali
lagi harus ada di Top Priority
– karena ini diperintahkan langsung di Al-Qur’an – sebaliknya
insyaAllah kita tidak berdosa bila ada penduduk negeri ini yang tidak
memiliki mobil, motor, handphone dlsb.
Mudah-mudahan
tulisan ini dapat meringankan tanggung jawab kita di akhirat nanti
karena setidaknya kita telah ‘menyuruh’ orang lain untuk memberi makan,
lebih dari itu kita juga ingin berbuat maksimal secara riil dengan
gerakan ‘food for all’ – Ayo siapa yang mau dan mampu memimpin project
amal ini ? – saya siap makmum di belakang Anda. InsyaAllah.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar